Sidik Nur Toha
“Tak ada yang tidak berubah, selain perubahan itu sendiri”(Nothing endures but change)
Heraclitos
Dunia saat ini memasuki babak baru dan bergerak dengan sangat cepat.
Dalam bahasa Anthony Giddens, dunia saat ini ibarat berlari tunggang-langgang (runaway
world)[1]. Perkembangan
eksponensial teknologi digital dan kecerdasan buatan (artificial intellegnce)
menjadi cakrawala baru diskursus dewasa ini. Tidak kurang, Klaus Schwab, ekonom
cum telah mendeklarasikan ‘revolusi industri ke empat’ sebagai penanda baru
perubahan tersebut. Bahkan, penulis telah mendengar, perubahan itu terjadi
dalam skala percepatan yang lebih signifikan sehingga manusia dewasa ini masuk
dalam society 5.0. Itu yang kemudian bersliweran di media sosial. Di sisi
lain, kita semua menyaksikan kemiskinan yang semakin parah terjadi di sekeliling
kita, carut-marut konflik dunia Islam yang semakin tak jelas jluntrung dan
arahnya, pembusukan peradaban Barat dengan lahirnya pemimpin rasis dan
bangkitnya kelompok konservatif yang tidak percaya lagi pada ilmu pengetahuan.
Pertanyaan yang hendak diajukan disini, bagaimana kita menempatkan PMII dalam
situasi dunia yang tunggang-langgan tersebut? Apa agenda PMII untuk
mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut sehingga PMII akan terus menjadi
organisasi yang relevan di setiap lintasan masanya?
Apakah PMII relevan atau tidak? Jawaban itu tergantung pada setiap
komponen dan aktor yang ada didalamnya. Posisi PMII dalam komunitasnya, dalam
kehidupan sebuah imajinasi tentang ‘Indonesia’ serta ‘kebermanfaatan’ yang
dirasakan oleh setiap anggota dan kadernya. PMII yang relevan adalah sebuah
organisasi yang terus melakukan pembacaan diri secara dinamis tanpa henti,
tanda anak muda yang memiliki idealisme dan semangat juang. Penilaian itu harus
juga mewujud, atau termanifestasikan dalam maslahat-maslahat yang nyata-nyata
bisa dirasakan, minimal oleh anggota dan kadernya. Akan tetapi, seperti
diungkapkan oleh Abdurrahman Wahid atau yang familiar dipanggil dengan sebutan
Gus Dur, posisi PMII ini berada dalam kondisi dilematis karena dihadapkan pada
sebuah kenyataan anggota-anggotanya merupakan sosok yang berada dalam masa
transisi antara kehidupan remaja dan kehidupan dewasanya.[2]
Kadang secara heorik disampaikan dalam banyak momen, bahwa PMII adalah kawah
candradimuka bagi pemimpin-pemimpin masa depan. Tapi pertanyaan itu harus kita
jawab secara kritis, berapa pemimpin yang sudah lahir dari PMII, jika PMII
adalah kawah, kawah seperti apa dan seberapa panas kawah itu? Sistem seperti
apa yang melahirkan “pemimpin” di PMII (dan bukan melahirkan pemimpin)? Apakah
anak-anak muda yang tampil dalam tampuk kepemimpinan dewasa ini merupakan
proses kaderisasi panjang di PMII? Seberapa banyakkah? Pertanyaan-pertanyaan itu harus dikejar demi
memformulasikan, menyusun dan mengevaluasi heroisme dalam pernyataan-pernyataan
yang sulit untuk dicek kebenaran faktualnya.
Sebuah organisasi bisa saja ‘tumpul’, stagnan, jumud, jika tidak
punya arah dan agenda masa depan. Cuma ‘ngeloni’ SK, berkubang dalam masalah
internal dan melakukan rutinitas tahunan yang monoton tanpa meletakkan diri
dalam arus perubahan dan dinamika konstelasi yang ada. Menjadi objek dalam
derasnya arus perubahan, bukan menjadi subjek. Tidak lagi menjadi top of
mind dalam masyarakat dewasa ini. Organisasi itu seperti orang, atau produk
atau invoasi yang memiliki siklus hidup, kata Fred Nickols, seiring berjalannya
waktu, organisasi dimulai dan bisa berakhir dibubarkan, dan diantaranya
terdapat masa-masa pertumbuhan sukses, birokrasi hingga pembusukan.
Organisasi ibarat lebensraum, ruang hidup yang dinamis dan
berkesinambungan. Memiliki permulaan dan bisa berakhir. Jika kita memakai
kacamata Nickols diatas untuk membaca PMII, kita harus menghindari sekuat
tenaga, sebisa mungkin, terjadinya birokratisasi ditubuh organisasi, agenda
monoton yang berulang tanpa ada pembaharuan. Romantisme kesuksesan perlawanan
melawan otoritarianisme orde baru harus dibaca ulang, didialogkan dan
didialektikakan dengan percepatan realitas perubahan yang sedang terjadi. Menghilangkan
kemungkinan pembusukan dan kemandegan dengan pembaruan (renewal),
inovasi, gagasan dan agenda segar dalam jangka panjang-menengah-pendek dan juga
penguatan kapasitas (capacity building) organisasi agar dapat beroperasi
secara taktis-strategis dengan sistem dan perilaku yang semakin upgrade kedepannya.
Hal itu selaras dengan prinsip mengambil budaya baru yang jauh lebih baik dan
mempertahankan budaya lama yang baik (almuhafadzotu ala ‘al qodim al sholih,
wal akhdzu bi aljadiid aslah)
Lalu.....
Wallohu a’lam bisshowab
Krapyak, 11/08/2020 jam 4.31
Description : Sidik Nur Toha “Tak ada yang tidak berubah, selain perubahan itu sendiri” ( Nothing endures but change ) Heraclitos Dunia saat ini m...
0 Response to "Agenda PMII untuk Masa Depan"
Posting Komentar