Demokrasi dan Islam : Indonesia sebagai Model Dunia 'Laporan the Economist Unit Index 2018'


Sidik Nur Toha
Walaupun situasi saat ini kita masih disibukkan dengan pandemi Covid yang entah akan selesai sampai kapan. Tapi di sisi lain, ini menjadi situasi yang tepat untuk merefleksikan banyak hal. Termasuk situasi demokrasi dan masa depan demokrasi di Indonesia. Catatan ini ingin melakukan elaborasi tentang hubungan Islam dan demokrasi dan mengapa Indonesia layak menjadi model dunia. Negara-negara Islam pada khususnya dan negara-negara demokratis lainnya harus merujuk pada Indonesia untuk melihat dinamika demokrasi yang unik dan menarik.
Laporan the Economsit Unit Index pada tahun 2018 menyebut ada tiga negara yang masuk kategori setengah demokrasi (flawed democracy) dari lima puluhan negara-negara demokratis yang ada. Ketiga negara tersebut adalah Indonesia, Malaysia dan Tunisia. Tidak ada negara Islam yang layak masuk kategori demokrasi penuh (full democracy). Yang sangat disayangkan hampir 60% negara-negara Islam yang diindex oleh the Economist masuk kategori negara gagal dan otoritarian.  Negara-negara seperti Yaman, Irak dan Mesir masuk dalam sebuah kubang ‘pertarungan’ antara pilihan-pilihan demokrasi yang ada. Sementara tidak ada peningatan kesejahteraan yang signifikan dan kemajuan pembangunan yang membaanggakan di sebagian besar negara-negara Islam tersebut. Ambil perkecualian mungkin Saudi Arabia dan negara-negara petro-dollar lainnya yang berhasil meraup banyak kekayaan dari eksplorasi minyak. Tapi kenapa negara-negara Islam gagap dan gagal melakukan transformasi demokrasi? Bahkwan revolusi Musim Semi Arab (Arab-Spring) tidak membawa negara-negara Islam menuju arah demokrasi.

Mengapa Demokrasi
Mengapa negara-negara Islam gagal melakukan transformasi demokratis di negri-negrinya? Ada beberapa alasan yang patut kita cermati bersama. Akan tetapi sebelum itu, kita akan mendedah kenapa negara-negara Islam harus bertransformasi menjadi negara demokratis? Apakah demokrasi memberikan suatu harapan dan jaminan dibandingkan sistem ekonomi-politik yang ada?
            Hubungan Islam dan demokrasi –serta dengan banyak perkembangan terbaru lainnya, diwacanakan oleh banyak intelektual Muslim. Mulai dari yang paling moderat, ekstrim mendukung sampai ekstrim menolaknya. Yang patut dcatat disini, sangat banyak ragam tafsir atau interpretasi hubungan demokrasi dan Islam. Ilmuwan dan cendekiawan seperti Abul A’la Al Maududi serta pengikutnya sampai kapanpun akan menolak demokrasi dan melabelinya sebagai sistem dan cara pikir ateis. Tapi tidak kurang cendekiawan seperti Abdul Karim Soroush,  Abdurrahman Wahid di Indonesia, akan mendukung demokrasi di negara-negara Islam sampai titik darah penghabisan. Keragaman interpretasi ini memiliki akar sejarah yang dalam dan panjang dalam histeriografi kebudayaan Islam.
            Tapi ada beberapa alasan mengapa negara-negara Islam harus memeluk demokrasi, dan karena alasan itulah mereka harus melihat serta belajar ke Indoensia. Indonesia adalah model demokrasi dunia. Alasan itu antara lain adalah sebagai berikut. Pertama demokrasi memiliki mekanisme kritik paling baik dibandingkan sistem ekonomi-politik lainnya. Kedua, demokrasi ketika dipadukan dengan prinsip konstitusionalisme (prinsip bahwa individu harus dilindungi oleh hukum, turunan dari prinsip ini adalah rechstaat, negara hukum, yang merupakan kontradiksi dari machstaat, negara pemaksaan) terbuksi memajukan kesejahteraan warga negaranya. Berbagai survey opini publik mulai dari Gallup, World Surveys Forum dll mengindikasikan korelasi positif demokrasi, kemajuan pembangunan dan kebahagiaan warga negaranya. Dari 156 negara yang disurvey misalnya, 20 negara tertinggi adalah negara Denmark, Israel, Amerika Serikat, Belanda, Inggris dan German. Negara-negara yang menerapkan demokrasi dan kebebasan konstitusional. 
            Alasan lain yang tidak kalah penting adalah kesesuaian demokrasi dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam AlQuran. Apa yang menjadi bukti dan alasan kenapa negara Islam harus mengambil jalan demokrasi? Riset berkala yang berjudul Islamicit Index mengukur peringkat-peringkat negara dengan ‘tingkat keIslaman’ terbaik di dunia menunjuk pada negara-negara demokratis. Islamicit Index ini mengukur penerapan nilai-nilai keIslaman dalam sebuah negara. Nilai-nilai itu merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang ada dalam AlQuran. Seperti contoh QS Quraish 4-5 memberi isyarat negara Islam sbg negara ‘yang menjami keamanan warga negara dari ketakutan’ dan ‘kelaparan’. Indeks itu mengejewantahkan empat indikator. Yakni kesejahteraan ekonomi, pemerintahan yang bersih dan melayani, hak-hak  warga negara dan relasi internasional antar negara. Negara-negara tertinggi yang diindex adalah Selandia Baru, Swiss, Belanda, Islandia, Denmark dan Canada. Negara-negara tersebut adalah negara-negara demokrasi yang juga menghormati kebebasan konstitusional.  Indonesia sendiri, sebagai negara mayoritas Muslim, menduduki posisi buntut dalam indeks tersebut.
            Alasan tambahan adalah alasan ekonomi. Negara-negara demokrasi memiliki tingkat kesejahteraan yang baik. Dan ketika tingkat kesejahteraan tersebut diatas 3.000 US dollar, menurut Adam Przeworski, negara demokrasi akan bertransisi menjadi negara yang stabil. Lalu bagaimana dengan negara-negara Islam?  Banyak negara Islam adalah negara dengan sumber daya yang sangat kaya. Tapi sumber daya itu seringkali menjadi kutukan, alih-alih menjadi berkah. Ambil contoh Arab Saudi dan negara-negara teluk dengan tingkat GDP di atas 20.000 USD. Negara-negara seperti Libya, Irak dan Oman memiliki GDP diatas 5.000 USD.  Tapi alih-alih menempuh jalan demokratis, negara-negara tersebut banyak terlibat dalam sengkarut sipil, perang antar negara dan perpecahan yang tak berkesudahan. Atau menempuh jalan monarki seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
            Itu beberapa alasan mengapa negara-negara Islam harus memilih demokrasi. Demokrasi adalah sebuah ‘medan pertempuran’ antara kepemilikan kolektif kedaulatan oleh rakyat atau oleh segelintir orang. Antara kesejahteraan bersama atau segelintir pihak. Dan tentu, Islam sebagai sebuah peradaban besar layak berdiri di panggung peradaban dengan kebesarannya, kebesaran pengikutnya. Sayangnya, kondisi yang ada berbeda dengan kondisi ideal. Indonesia layak memimpin orkestrasi ini dan berhenti ‘belajar’ kepada negara-negara Islam lainnya tentang banyak hal. Mengapa?
Mengapa Indonesia ‘Harus’ Menjadi Model Dunia?

Referensi  :
Data Index demokrasi lihat The Economist Democracy Index 2019
Data negara-negara paling Islami lihat : Islamicityindex.org
Data GDP bisa diakses di website resmi IMF, imf.org
Lihat juga Jalan Demokrasi untuk Dunia Islam karya Denny JA yang diterbitkan oleh Cerah Budaya Indonesia.

Title : Demokrasi dan Islam : Indonesia sebagai Model Dunia 'Laporan the Economist Unit Index 2018'
Description : Sidik Nur Toha Walaupun situasi saat ini kita masih disibukkan dengan pandemi Covid yang entah akan selesai sampai kapan. Tapi di sisi ...

0 Response to "Demokrasi dan Islam : Indonesia sebagai Model Dunia 'Laporan the Economist Unit Index 2018'"

Posting Komentar

Histats

Total Tayangan Halaman

PR

PageRank Checker