Artikel asli dimuat di Financial Times yang bisa diakses secara gratis di sini
Yuval Noah Harari penulis best-seller Homo Sapiens, Homo Deus dan 21 Pelajaran untuk Abad 21
“Badai ini pasti akan berlalu. Tapi pilihan-pilihan yang kita ambil
hari ini akan mengubah banyak aspek kehidupan kita dimasa yang akan datang”
Umat
manusia hari ini menghadapi krisis global. Mungkin krisis terbesar di abad ini.
Berbagai keputusan yang diambil oleh rakyat dan pemerintah di berbagai negara
saat ini mungkin akan menentukan wajah dunia dimasa mendatang. Tidak hanya
menentukan sistem jaminan kesehatan kita, tapi turuk akan menentukan sistem
ekonomi, politik dan kebudayaan kita. Kita harus bertindak dengan cepat dan
tegas. Kita juga harus memperhitungkan konsekswensi-konsekwensi jangka panjang
tindakan yang kita ambil hari ini. Ketika memilih di atara berbagai alternatif
yang ada, kita harus bertanya pada diri kita, tidak hanya cara menanggulangi
ancaman tidak langsung dari virus, tapi juga bertanya bentuk dunia macam apa
yang akan kita tempati setelah badai pandemi ini berlalu. Karena badai pasti
akan berlalu, umat manusia akan tetap bertahan hidup dan kebanyakan dari kita
akan tetap hidup – tapi kita akan mendiami sebuah dunia yang berbeda.
Berbagai langkah darurat dalam
jangka pendek akan menjadi bagian normal dari kehidupan sehari-hari. Itu adalah
sifat dasar sebuah kondisi darurat. Hal-hal yang kita lakukan hari ini mungkin
adalah sebuah proses kemajuan sejarah yang terjadi dengan cepat. Berbagai
keputusan seringkali memerlukan waktu dan pertimbangan panjang dalam kondisi
normal, kini bisa diambil dalam hitungan jam. Berbagai teknologi yang masih
belum selesai uji coba dan berbahaya dipaksa digunakan, karena resiko tidak
melakukan apa-apa di masa krisis ini jauh lebih besar. Seluruh negara seolah
menjadi kelinci percobaan dari sebuah eksperimen sosial dalam skala besar. Apa
yang terjadi ketika setiap orang ‘akan terbiasa’ bekerja dari rumah dan
berkomunikasi hanya melalui kejauhan? Apa yang terjadi ketika seluruh aktivitas
sekolah dan universitas menjadi online? Pada kondisi normal, pemerintah,
orang-orang bisnis dan pimpinan lembaga pendidikan tidak akan pernah sepakat
untuk mengadakan “eksperimen-eksperimen” seperti itu. Tapi hal-hal yang terjadi
hari ini bukanlah kondisi normal.
Kondisi krisis saat ini, kita
dihadapkan pada dua pilihan penting. Pertama adalah pilihan diantara
pengawasan-totalitarian dan kewenangan warga-negara. Kedua adalah pilihan
antara isolasi sempit nasional dan solidaritas global.
Pengawasan-dibawah-kulit
Dalam rangka menghentikan epidemi,
seluruh populasi manusia harus patuh dengan beberapa aturan tertentu yang
diterapkan pemerintah. Ada dua cara untuk mencapai hal ini. Cara pertama adalah
pemerintah harus memonitor rakyatnya dan menghukum mereka yang merusak aturan
main. Hari ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah, teknologi memungkinkan
pemerintah untuk memonitor setiap orang sepanjang waktu. Lima puluh tahun yang
lalu, KGB (Komitet Gosudarstvennoy Bezopassnosti, badan intelejen Uni
Soviet) tidak mungkin bisa mengikuti aktivitas 240 juta warga Soviet 24 jam
sehari, tidak juga bisa berharap memproses secara efektif seluruh informasi
warga Soviet yang mereka dapat. KGB mengandalkan agen intelejen manusia dan
para analis, dan sayangnya agen manusia tidak bisa mengikuti setiap warga
negaranya setiap hari. Tapi hari ini pemerintah bisa mengandalkan sensor dan
algoritma yang ada dimana-mana sebagai ganti “agen-bayangan” yang terdiri dari
darah-dan-tulang.
Dalam pertarungan melawan epidemic,
beberapa pemerintah telah memutuskan menyebar alat-alat “pengawasan mata-mata” yang
baru. Contoh yang paling jelas adalah China. Dengan melakukan monitor
smartphone yang dimiliki oleh warganya, menggunakan ratusan juta kamera
pengenal wajah, dan membantu warga untuk mengecek serta melaporkan suhu tubuh
dan kondisi kesehatan mereka, otoritas China tidak hanya bisa mengidentifikasi
dengn cepat suspect pembawa virus, tapi juga bisa melacak riwayat pergerakan
orang tersebut serta mengidentifikasi orang-orang yang berinteraksi dengannya.
Tentang
photography
Teknologi kamera telah berkembang
pesat. Teknologi ini tidak terbatas digunakan di Asia Timur. Perdana Mentri
Israel Benjamin Netahanyu baru-baru ini memberi ijin Agen Keamanan Israel menyebarkan
teknologi “pengawasan mata-mata” untuk melacak pasien virus corona. Dalam
kondisi normal, teknologi ini digunakan untuk melacak para teroris. Ketka
parlemen menolak legalitas langkah tersebut, Netahanyu akan balik melawan
dengan alasan “kondisi darurat”.
Anda pasti berpikir bahwa tidak ada
hal baru dalam hal ini. Di tahun-tahun belakangan, baik pemerintah maupun
korporasi telah menggunakan berbagai teknologi canggih untuk melacak,
memonitor, dan mamanipulasi rakyatnya. Tapi jika kita tidak hati-hati, wabah
ini juga menandai titik penting dalam sejarah pengawasan mata-mata. Tidak hanya
karena akan membuat normal penggunaan alat pengawasan masal di berbagai negara
yang kekeuh menolaknya, tapi lebih jauh lagi hal itu akan menandai transisi
dramatik dari pengawasan “jauh diatas kulit” menjadi pengawasan
“dibawah-kulit”.
Pada saat ini, ketika jarimu
menyentuh layar smartphone dan mengklik sebuah link, pemerintah bisa menelusuri
apa sebenarnya yang kamu klik itu dan mengetahui infromasi detil tentang dirimu.
Tapi dengan munculnya virus Corona, fokus perhatian akan berubah. Hari ini
negara dan korporasi ingin mengetahui suhu tubuh jarimu dan tekanan darah
dibawah kulitmu.
Kue Puding
Kedaruratan
Salah satu masalah yang kita hadapi
dalam masalah pengawasan mata-mata ini adalah tidak ada satupun dari kita yang
tahu secara pasti bagaimana kita diawasi, dan efeknya beberapa tahun mendatang.
Teknologi pengawasan-mata-mata ini berkembang dengan kecepatan yang sangat
berbahaya, fan hal yang tampak merupakan kisah fiksi sepuluh tahun yang lalu,
kini keliatan berita jadul. Sebaga sebuah ekperimen pemikiran, pahami hipotesis
pemerintahan yang meminta pada setiap warga negaranya menggunakan gelang
biometric yang bisa digunakan untuk memonitor suhu tubuh dan kondisi-hari
dupuluh empat jam. Data tersebut akan ditimbun dan dianalisa oleh algortima
pemerintah. Algoritma akan tahu kamu sakit sebelum kamu menyadarinya. Algoritma
akan tahu bahwa anda sakit sebelum anda mengetahuinya, dan tahu dari mana
riwayat perjalananmu, dan orang-orang yang telah kamu temui. Rantai infeksi
secara drastis akan bisa diperpendek, dan bahkan bisa bisa dipotong secara
bersamaan. Nampak seperti sebuah sistem yang tak terbantah akan mengentikan
epidemi yang bisa melakukan pelacakan dalam beberapa hari. Kedengaran
menakjubkan kan?
Minusnya adalah, tentu saja, hal itu
akan memberikan legitimasi bagi sistem pengawasan mata-mata yang baru dan
menakutkan. Jika kamu tahu, sebagai contoh, ketika aku lebih suka mengklik situs
berita Fox News dibandingkan CNN, itu bisa mengajarimu sesuatu tentang pandangan
politik dan bahkan karakter personalku. Tapi jika kamu bisa memonitor apa yang
terjadi pada suhu tubuhku, tekanan darah, dan detak jantung, kamu bisa
mengetahui apa yang membuat seseorang tertawa, menangis dan membuatnya
benar-benar marah.
Penting diingat bahwa marah, gembira, bosan dan cinta adalah fenomen
biologis sama halnya seperti demam dan batuk. Teknologi yang sama yang mampu
mengidentifikasi demam juga bisa mengidentifikasi tertawa. Jika pemerintah dan
korporasi mulai mengambil data biometrik manusia secara bersamaan, mereka bisa
mengetahui kita lebih baik dibandingkan pengetahuan kita tentang diri kita
sendiri. Dan mereka tidak hanya bisa memprediksi perasaan kita, akan tetapi
juga memanipulasi perasaan kita dan menjualnya kepada siapapun yang mereka
inginkan –bisa pada seorang politisi
atau seorang pebisnis. Monitoring biometrik akan membuat hack data ala Cambridge
Analytica nampak tua seperti berasal dari abad batu. Bayangkan Korea Utara pada
2030, ketika setiap warga negara diharuskan memakai gelang biometrik selama 24
jam.
Tentu kasus “pengawasan mata-mata”
biometrik ini adalah langkah sementara yang diambil selama kondisi darurat. Hal
demikian akan hilang seiring dengan berakhirnya kondisi darurat. Tapi langkah sementara
memiliki kebiasaan buruk melampaui jangka waktu kondisi darurat, terutama
ketika selalu ada kemungkinan infeksi pandemi baru yang terus mengintai. Negara
Israel contohnya, mendekalrasikan keadaan darurat selama Perang Kemerdekaan
pada tahun 1948, yang memberi alasan legal langkah sementara untuk melakukan
sensor media dan menyita tanah untuk kebijakan-kebijakan khusus untuk membuat “puding”.
Perang Kemerdekaan telah lama dimenangkan, tapi Israel tidak pernah
mendeklarasikan kondisi darurat telah berakhir, dan gagal menghapus
;angkah-langkah sementara di tahun 1948.
Meski infeksi coronavirus telah
turun ke angka nol, beberapa pemerintahan akan berdalih mereka harus menjaga sistem
“pengawasan mata-mata” biometrik ini berjalan karena takut akan ada gelombang
kedua virus corona, atau karena ada kemungkinan virus Ebola yang berevolusi di
Afrika, atau karena ..... dan alasan lainnya yang bisa kita bayangkan bersama.
Pertarungan besar telah terjadi di beberapa tahun belakangan ini mengenai
privasi data kita. Krisis Coronavirus ini mungkin saja menjadi titik pertarungan
baru. Ketika manusia diberi pilihan antara menjaga privasi dan kesehatan,
mereka biasanya akan memilih kesehatan.
Title : Dunia setelah Coronavirus, Terjemah Yuval Noah Harari "the world after coronavirus" 1
Description : Artikel asli dimuat di Financial Times yang bisa diakses secara gratis di sini Yuval Noah Harari penulis best-seller Homo Sapiens, Homo...
Description : Artikel asli dimuat di Financial Times yang bisa diakses secara gratis di sini Yuval Noah Harari penulis best-seller Homo Sapiens, Homo...
0 Response to "Dunia setelah Coronavirus, Terjemah Yuval Noah Harari "the world after coronavirus" 1"
Posting Komentar