Dalam kuliah di hari-hari terakhir, salah seorang profesor saya
dikelas menanyakan sebuah pertanyaan yang menggelitik para mahasiswanya dan
terus mengiang-nginag didalam kepala saya. Pertanyaannya kurang lebih begini :
Apa yang membuat China maju melesat dan bahkan membuat negara digdaya seperti
Amerika ketakutan? Dan negara-negara seperti Jepang, Korea yang berasal dari
rumpun Asia maju dengan tanpa meniru model khas Barat, bahkan Jepang sudah
melampaui diskusi Revolusi Industri 4.0 ketika Amerika dan Eropa masih bersiap
diri?” Semua mahasiswa terdiam, karena memang tak tahu jawaban yang hendak
disampaikan. “Jawabannya adalah karena mereka yakin pada pilihan ideologi,
nilai, sistem yang mereka pilih dan konsisten pada pilihan mereka” Profesor
saya masih melanjutkan paparannya dengan kurang lebih narasi sebagai berikut :
Ketika banyak negara-negara komunis runtuh, China di ejek karena
masih mempertahankan sistem komunis sebagai ideologi negara mereka, Jepang dan
Korea di ejek karena mereka enggan untuk mengikuti modernisasi dan liberalisme
ala Amerika dan Eropa. Sehingga pada awal dasawarsa setelah perang dingin usai,
banyak dari kita mengejek dan meremehkan negara-negara tersebut. Hal ini
berbalik saat ini. Bisa kita coba lihat Indonesia. Sudah memiliki ideologi
Pancasila, pernah menjadi ideologi yang bergaung dan dipuji dunia
Internasional. Tapi karena pemimpin dan rakyatnya tidak konsisten, tidak
sungguh-sungguh memegang nilai tersebut, Indonesia masih tetap berada sebagai
negara terbelakang. Yang dibutuhkan oleh kita adalah konsisten pada pilihan
yang kita buat sembari terus-menerus mengajukan kritik dan memberi masukan agar
terjadi perubahan yang lebih baik.
Refleksi itu sudah ada sejak lama di PMII semenjak saya menjadi PU
Tradisi. Tidak mudah menginisiasi sebuah lembaga penulisan/penelitian ilmiah
didalam sebuah organisasi yang memiliki budaya literasi dan ilmiah yang rendah.
Tapi kita harus konsisten. Dan atas berkat izin Alloh, dua edisi sudah terlihat
buktinya, sementara dalam waktu yang tidak lama lagi akan segera menyusul edisi
ketiga. Susah? Sangat. Tapi jika itu adalah sebuah pilihan yang harus kita
ambil, lakukan meskipun depanmu ada aral dan sampingmu ada bara. Lalu apa
korelasinya dengan PMII?
Secara ringkas saya ingin katakan, bahwa semua perangkat untuk
kemajuan di PMII cabang Sleman sudah hampir tersedia. Sistem sudah
terinstitusikan, pola aderisasinya sudah berjenjang dan konseptualisasinya
hampir amat menawan. Tentu masih ada kekurangan di mana-mana. Justru prinsip
konsistensi itulah yang memberikan kepada kita keharusan guna melakukan kritik
dan perbaikan secara terus-menerus. Lalu kenapa outpur kaderisasi dari sekian
panjang proses masih belum nampak? Atau ada tapi katakanlah tidak signifikan?
Saya ingin merangkum beberapa usulan dalam point-point dibawah ini, setiap
point tidak berurutan akan tetapi isu dan relevansinya berkelindan satu-sama
lain.
1. Secara sistem PMII Sleman sudah memiliki design yang amat baik
untuk melakukan pola dan proses kaderisasi, bahkan jika dibandingkan dengan
Jurnal Tradisi yang saya geluti selama ini, beberapa dokumen tersedia amat
lebih sistematis dan sempurna. Mulai dari kaderisasi Formal, Informal dan
Non-Formal
2. Terkait dengan modul khusus saintek, saya berpandangan kita
tidak memerlukannya. Yang kita butuhkan adalah modul umum yang bisa
diaplikasikan dan bersifat fleksibel. Dan kita sudah hampir memilikinya
3. Setiap proses kaderisasi harus berorientasi pada output. Istilah
dalam Reolusi Industri 4.0, we need small catogeries but more strong. Jadi ini
bukan masalah jumlah kuantitas masa yang ada, tapi jumlah kunatitas produk yang
idhasilkan dari setiap proses kaderisasi yang ada.
4. Sinergi antar semua departemen harus memiliki visi orientasi
yang satu. Sebuah frase tepat yang menggambarkan hal ini adalah quote dari
Steve Jobs : We follow the vision, not a path. Kesatuan visi itu tidak hanya
penting, tapi sebuah keharusan. Dan saya beranggapan bahwa visi itu adalah
output kaderisasi.
5. Output kaderisasi harus mencari bentuk setimbang dan ideal
antara Small grup, Working Grup dan Magang. Jika ini dilakukan dengan serius,
kita bisa melihat kader-kader yang berkompeten. Contoh Tsamara Amany, politisi
muda yang pernah magang di Kantor Staff Gubernur, kenapa dari sekian ribu kader
PMII tidak lahir politisi muda, idealis seperti Tsamara?
6. Output yang baik, memerlukan input yang baik. Selama ini
pekerjaan input lebih banyak di serahkan ke Rayon dan dibantu dengan ala
kadarnya oleh Komsiratia. Jika PMII menghendaki output susu sapi, tidak mungkin
lahir dari output ayam jawa. Perlu ada sinergi untuk dari semua elemen jika
ingin menghasilkan output dengan melakukan entering input yang baik.
8. Dari semua ini, sudah ada dalam dokumen yang telah lama dibahas.
Yang kita perlukan adalah konsisten pada pilihan dan terus melakukan kritik dan
perubahan.
Tentu catatan ini belum mampu marangkum kompleksitas yang ada.
Tetapi sebagai sebuah ikhtiar, hemat penulis, perlu diperhatikan secara
seksama.
*Tulisan ini merupakan essay singkat syarat sebuah pelatihan. Di unggah karena menimbang kemanfaatannya (dibanding tidak di unggah) dan dengan tanpa pretensi apapun.
Title : YANG KITA BUTUHKAN ADALAH KONSISTEN PADA PILIHAN!
Description : Dalam kuliah di hari-hari terakhir, salah seorang profesor saya dikelas menanyakan sebuah pertanyaan yang menggelitik para mahasiswan...
Description : Dalam kuliah di hari-hari terakhir, salah seorang profesor saya dikelas menanyakan sebuah pertanyaan yang menggelitik para mahasiswan...
0 Response to "YANG KITA BUTUHKAN ADALAH KONSISTEN PADA PILIHAN!"
Posting Komentar