Menyoal Kembali In(ter)dependensi PMII (2)

Sidik Nur Toha
: PC PMII Sleman


Kedua
Ide independensi PMII lahir dalam suatu rentang tempat dan waktu dimana NU menjadi bentuk partai politik dan Orde baru melaksanakan redressing dan refereshing. Apa itu rederessing dan refereshing? Rederessing adalah penggantian sejumlah anggota DPRD, DPR dan MPR yang diduga memiliki keterkaitan erat dengan pengaruh Orde Lama atau setidaknya mempunyai paham dan semangat Orde Lama. Sementara Refereshing adalah penyegaran kembali anggota DPRD, DPR dan MPR seerta lembaga-lembaga strategis lainnya dari unsur PKI agar supaya kualitas lembaga negara lebih meningkat. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Soeharto pada tahun 1968 dengan tujuan melakukan perubahan struktur politik dengan melakukan restrukturisasi ideologi serta golongan partai-partai politik. Atau yang kita kenal dengan istilah depolitisasi atau de-ideologisasi kehidupan masyarakat yang pernah naik pada era Orde Lama. Kebijakan ini ditengarai oleh banyak pihak sebagai gerakan penggembosan oleh negara kepada kekuatan oposisi atau non-pemerintah. Salah satu yang dinilai paling mendapat keuntungan adalah Sekber Golkar. Apa implikasi kebijakan ini bagi NU dan PMII?
Bagi Partai NU, kebijakan Orde Baru tersebut memangkas keterwakilan wakil NU di DPR GR, selain itu Partai NU juga diminta untuk melakukan recalling terhadap anggota yang dianggap tidak memiliki semangat Orde Baru. Akibatnya, dalam catatan Fauzan Alfas, jumlah anggota partai politik yang terutama berasal dari Islam yang duduk di DPRD, DPR, MPR berkurang dari 48 % menjadi hanya 28 % karena digantikan dengan utusan organisasi yang berafiliasi dengan Sekber Golkar. Dalam posisi ini, NU sebagai sebuah partai politik yang waktu itu di pimpin oleh KH Idham Chalid dan H Subhan ZE mengalami dilema karena dengan terpaksa harus mengganti beberapa anggotanya di DPR-GR yang dianggap tidak sejalan dengan konsep dan semanagat kebijakan Orde Baru.
Dalam kondisi tersebut, PMII sebagai pendukung Partai NU juga disibukkan dengan berbagai agenda politik praktis dan taktis partai NU. PP (Pengurus Pusat) PMII terlibat dalam serangkain masalah macetnya partai politik di Indonesia yang berakibat fatal bagi PMII sendiri. PMII melupakan jati dirinya sebagai organisasi kader dan gerakan intelektual ke mahasiswaan. Dengan terseretnya PMII dalam politik praktis membuat PMII berubah menjadi bumper politik. PMII mengalami stagnasi kaderisasi dan kemunduran baik kuantitatif maupun kualitatif. Banyak cabang-cabang PMII yang mulai lesu karena hal ini.Bahkan pada awal tahun 1970 an, basis-basis PMII di perguruan tinggi umum mulai menipis atau bahkan hilang sama sekali. Akibatnya, PMII mengalami homogenitas pemikiran akibat monotonnya kader-kader PMII (hanya berkutat dari mahasiswa di IAIN). Terlebih ketika Orde Baru memukul semua partai politik yang dianggap berbau aliran dan menjadi oposan, salah satunya partai NU yang diminta berfusi dalam wadah PPP, membuat PMII dalam keadaan yang serba sulit. Bahkan kesalahan yang dibuat oleh partai Islam pun membuat PMII kerap di curigai sebagai underbow partai yang harus diawasi. Pengurus PP PMII pun dianggap telah bermain selayaknya politisi sehingga mengaburkan perjuangan gerakan mahasiswa dan mengutamakan kepentingan sesaat. Tugas mahasiswa adalah menjaga nalar kritis, bukan bermain politik. Keadaan ini menyadarkan banyak pihak di PMII, sehingga pada Musyawarah Besar II tgl 14-16 Juli 1972 dicetuskanlah apa yang dinamakan Deklarasi Independensi PMII di Munarjati, Malang, Jawa Timur.
Apa gagasan independesi disepakati secara mufakat? Jawabannya tidak. Penuh dengan pro dan kontra. Dalam catatan Fauzan Alfas, PMII dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan, Independesi di motori waktu itu oleh cabang Yogyakarta dengan tokoh utamanya Slamet Effendi Yusuf (SEY) yang menyampaikan makalah berjudul “Mahasiswa, PMII dan Independsi : Sebuah Keharusan” yang pada intinya menuntut PMII mengambil sikap yang tegas dan konkrit dari kondisi suramnya saat ini. Tidak tergantung situasi politik partai NU yang sedang dipecah-belah dan hanya berorientasi kekuasaan serta meninggalkan pendekatan moral dan intelektual. Gagasan ini disambut oleh wakil dari Bandung, Medan dan Jakarta serta ditolak oleh hampir seluruh cabang dari Jawa Timur dan Kalimantan. Bahkan utusan dari Jawa Timur mengaku independsi ditolak setelah berkonsultasi dengan ulama-ulama sepuh NU. Nama SEY disebut sebagai ‘pengkhianat NU’. Namun kelompok ini tetap gigih mengkampanyekannya. Sehingga dibuat tim kecil untuk membuat rumusan independensi yang melahirkan deklarasi Munarjati.
Kondisi sosiologis, politis dan historis yang telah banyak berubah menuntut strategi dan penempatan yang baru. Tapi setidaknya, kita tahu bahwa ‘Independensi PMII’ adalah keniscayaan sejarah dan sikap yang paling logis dan rasional kala itu demi menyelamatkan PMII. Ketika pengetahuan dan kekuasaan saling terkait satu sama lain. Ketika negara menjadi manifestasi tafsir kebenaran tunggal vis a vis masyarakat sipil dan oposisi yang diperlemah. Justru fakta bahwa lahir sikap independensi menunjukan sikap responsif dan kreatif yang sesuai dengan semangat zaman (zetgeist) kala itu. Dan hal itu menjadi titik balik PMII, meski disetujui dalam penuh pro dan kontra. Argumen kedua ini menjelaskan bahwa sikap independensi harus dibawa dalam suatu suasana kebatinan dan psikologis PMII di kala Orde Baru masih memiliki pengaruh yang amat kuat. Tidak dalam semangat Khittoh seperti saat ini, munculnya aliran dan gerakan radikal serta extremisme, apatisme dan individulisme generasi millenial, munculnya populisme serta munculnya organ-organ ‘rombongan liar’ atas nama jam’iyyah NU. Zaman berubah dan semangat zaman (zetgeist) juga (harus) berubah. Inilah yang akan menjadi landasan untuk argumen ketiga.


: dari berbagai sumber
Title : Menyoal Kembali In(ter)dependensi PMII (2)
Description : Sidik Nur Toha : PC PMII Sleman Bagian dari catatan  Menyoal kembali interdependensi PMII Kedua Ide independensi PMII lahir da...

0 Response to "Menyoal Kembali In(ter)dependensi PMII (2)"

Posting Komentar

Histats

Total Tayangan Halaman

PR

PageRank Checker