Kafilah Setengah Perjalanan



            Penulis masih ingat sebuah percakapan malam ketika masih awal nggarap Jurnal Tradisi. Waktu itu malam penulis bersama beberapa teman sowan dan silaturahim ke salah seorang alumni. Ngobrol ngalor ngidul mulai dari sejarah gerakan, kapitalisme sampai ke kondisi organisasi yang penulis ikuti. Saat itu, penulis masih berstatus sebagai anggota rayon dan sebagai pemimpin umum Jurnal Tradisi. Dalam sebuah celetukan lepas, senior ini bercerita bahwa ada beberapa pimpinan organisasi cabang yang ke sini beberapa malam yang lalu dan kemudian tidak bisa menjawab agenda organisasi secara memuaskan, menurut senior ini. Ia bahkan menyebut bahwa sosok pimpinan ini adalah the political man, orang politik. Orang yang orientasi baik praktis maupun strategis adalah orientasi melalui jalur politik. Tentu itu penafsiran sembrono penulis.
            Tentu penulis memahami bahwa ada banyak kendala organisasi, sumber daya manusia maupun banyak kendala lainnya. Dan tanpa maksud membenarkan atau menyalahkan siapapun, tentu setiap orang memiliki perspektif dan pandangan yang berbeda-beda. Terlebih jika pandangan tersebut berkaitan dengan sebuah institusi yang besar dan memiliki akar sejarah yang panjang. Setiap orang memiliki tafsr dan pengalaman proses yang berbeda setiap individu, masa dan kondisinya.
            Lama berselang, penulis kemudian di beri amanat untuk menjadi salah satu pimpinan organisasi setingkat cabang ini. Awal sekali penulis teringat, betapa akan selow dan santainya suatu kepengurusan PMII ditingkat Cabang. Akan tetapi penulis bertekad juga ingin melakukan hal maksimal yang penulis bisa dalam membesarkan dan mengurusi PMII. Semua berjalan, berdinamika dalam setiap suka-dukanya lengkap dengan bumbu-bumbu yang menyertainya –miskomunikasi,mispersepsi,miskordinasi dan lain-lain yang masih banyak. Sampai setengah perjalanan, ada sebuah kesimpulan yang bisa penulis tarik yang sangat kontradiktif dengan simpulan senior di atas. Bukannya Cabang itu kekurangan kerjaan, tapi sangat banyak (dan mungkin terlampau banyak) untuk di kerjakan sehingga mengerjakan semuanya memiliki konsekwensi-konsekwensi yang bukan saja tidak baik bagi organisasi tapi juga mungkin saja tidak baik bagi setiap aktivis yang terlibat di dalamnya, wallohu a’lam.
Sehingga kadang pegel juga bagi penulis untuk sekedar melihat WA. Ada saja setiap harinya chat tentang PMII kepada penulis ini. Entah ajakan ngopi, sekedar curhat ataupun sekedar untuk memberi informasi bahwa si A seperti ini dan si B seperti ini. Mungkin curhat seperti ini nampak agak naif jika kemudian dilanjutkan bagi seseorang yang di amanahi menjadi ketua. Tapi seperti itulah. Mungkin ada beberapa orang yang berharap terlalu banyak pada penulis. Bahkan seringkali penulis sendiri merasa dibanyak hal tidak bisa memenuhi kriteria standar seorang ketua apalagi mencoba memenuhi kebutuhan orang-orang tersebut.
Disisi lain, -ini adalah hal yang tidak penting lainnya. Jika banyak yang terlalu berharap, ada juga banyak orang yang merasa penulis tidak memiliki kapastitas, baik personal maupun secara kelembagaan. Memandang sebelah mata? Apa ini benar-benar ada dan terjadi? Hampir sepanjang waktu. Penulis memang menyadari bahwa penulis memiliki usia yang relatif muda dan tidak memiliki pengalaman yang mengagumkan dibandingkan yang lainnya. Jika di bandingkan dengan ketua lainnya, jauh lah dari kata ideal dan baik. Bahkan kadang keraguan ini tidak saja muncul dari orang di luar penulis, penulis sendiripun seringkali muncul keraguan. Tapi masa kita mau hidup dengan pandangan orang lain dan penuh keraguan. Lakukan yang terbaik saja, orang menilai apa juga ia hanya akan bisa menilai.
Mungkin ada hal yang lebih menjengkelkan lagi selain dilihat sebelah mata secara personal, yaitu dilihat rendah secara kelembagaan oleh orang luar atau perasaan tidak lebih baik dibanding lembaga-lembaga lainnya. Perasaan ini yang paling menjengkelkan. Bukan ingin berfikir naif, tapi penulis menyadari bahwa penulis berada dalam sebuah lembaga yang kecil dan mungkin saja bukan merupakan bagian penting dari sebuah organisasi mahasiswa sebesar PMII. Tapi toh, jika memang itu fakta dan kenyataannya, kenapa kita harus menambahkan perasaan bahwa kita kecil? Kita nanti akan susah untuk merasa bahwa kita bisa maju, bisa duduk setara dengan lembaga-lembaga lainnya. Setidaknya walaupuan memang kita tidak besar secara lembaga, tapi kita bisa mulai berfikir besar. Perasaan seperti ini seringkali menjengkelkan bagi penulis jika kita memiliki tujuan untuk membesarkan dan mengembangkan lembaga. Kita sudah tidak percaya diri pada diri kita dan lembaga kita sendiri.
Tentu penulis harus menyadari kondisi teman-teman yang berada di semester akhir dengan segala tuntutannya. Tuntutan akademik, tuntutan finansial dan masih banyak tuntutan lainnya. Oleh karena itu, penulis pada dasarnya sudah tidak ingin memaksa siapapun untuk siap berjuang. Tapi penulis adalah orang yang paling berterima kasih apabila masih ada yang berkenan untuk berjuang, meski kadang melelahkan dan tidak menghasilkan imbalan apa-apa yang sepadan atau bahkan juga bisa hanya sekedar untuk ngopi dan bensin.
Tentu banyak kisah dalam perjalanan kafilah. Tapi ini akan jadi kisah penulis yang mungkin saja akan sangat berharga. Karena alasan itulah, penulis tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan seberharga ini dengan tidak melakukannya sebaik mungkin dan semaksimal mungkin-tentu dengan segala kekurangan penulis yang sangat banyak. Bahkan jika harus babak belur sendirian juga tak apalah. Penulis akan ngurus PMII dalam keadaan senang maupun susah, sendirian maupun banyak orang. Ini baru setengah perjalanan, tapi rasanya sudah berabad-abad silam berlalu. Biar kita berusaha, tuhan yang menentukan segalanya, kata Immanuel Kant.

Title : Kafilah Setengah Perjalanan
Description :             Penulis masih ingat sebuah percakapan malam ketika masih awal nggarap Jurnal Tradisi. Waktu itu malam penulis bersama beber...

0 Response to "Kafilah Setengah Perjalanan"

Posting Komentar

Histats

Total Tayangan Halaman

PR

PageRank Checker